07 November 2011

Bangkit dari belenggu fitnah (8)

Sedikit demi sedikit persoalan hidup IW mulai terurai.Namun demikian akar persoalan yang dihadapi belum selesai.Persoalan utama adalah faktor ekonomi yang morat-marit sejak fitnah keji dan kejam yang ditiupkan oleh Wishnutama Direktur Utama TransTV.

Dalam keadaan ekonomi yang terjepit, IW harus tetap berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarga.Seperti tampak dalam foto yang dikirimkannya,IW mengemas barang-barang bekas dan menjualnya pada juragan loak di desanya.Kasarnya IW menjadi pemulung.Mantan karyawan stasiun televisi nasional bonafide TransTV, sekarang berprofesi ganda selain menjadi penjual Siomay dan Es Doger juga menjadi pemulung.

Dengan persoalan tersebut,IW harus menghadapi persoalan-persoalan baru yang dihadapi seperti hutang-hutang yang belum terbayarkan.

Rincian hutang tersebut adalah sebagai berikut:
Hutang pada kakak sepupu IW Rp 12.500.000,-
Hutang pada (alm) pakde IW Rp 5.000.000,-
Hutang pada kakak IW Rp 700.000,-
Hutang pada bulek IW Rp 700.000,-
Hutang pada rentenir Rp 4.200.000,-

Dari hutang-hutang tersebut, yang paling berat adalah hutang pada seorang rentenir sedangkan hutang pada keluarga IW, pihak keluarga memahami persoalan IW sehingga mereka memakluminya.Hutang pada rentenir, sebut saja namanya mbak Tun.Hutang sebesar Rp 4.200.000,- sekarang menjadi masalah keluarga karena mbak Tun telah menagihkan hutang tersebut kepada kakak ipar IW di Tuban.

Suatu hal yang memalukan bila persoalan hutang tersebut menjadi masalah keluarga.

Terjadinya hutang tersebut seperti yang diceritakan IW pada kita, awalnya hutang tersebut hanya Rp 2.000.000,- dengan cicilan 20% per bulan .Dana itu digunakan IW untuk modal usaha Siomay kala itu.IW terpaksa meminjam uang pada rentenir karena sudah tidak ada jalan lagi untuk mencari dana dari sumber lain.

Mbak Tun hanyalah seorang penjual sayur mayur langganan istri IW.Kebetulan mbak Tun tahu persoalan keluarga IW dan ketika terjepit dengan uang,mbak Tun membantu istri IW meminjamkan uang ke bandar rentenir di Tuban.

3 bulan pertama cicilan hutang tersebut dapat dibayar IW, namun kala itu terjadi anomali cuaca hujan turun hampir 1 tahun lamanya.Dengan adanya kejadian tersebut, otomatis jualan IW menjadi terganggu.Anomali cuaca tersebut telah memporak porandakan usaha IW.

Bukan sebuah kesengajaatn bila kemudian IW tidak mampu membayar cicilan hutangnya pada rentenir tersebut sejumlah Rp 400.000,- per bulan.

Dalam posisi terjepit, IW meminta bantuan pada Kompol Slamet Santoso Kepala Unit IV Cyber Crime Polda Metro Jaya.Ketika itu IW meminta bantuan Kompol Slamet Santoso dengan menceritakan keadaan bahwa IW terlilit hutang pada seorang rentenir.

Bantuan yang dimohonkan pada Kompol Slamet Santoso adalah IW memohon agar uang yang masih ada di TransTV sebesar Rp 3.200.000,- supaya dapat dicairkan untuk kemudian dapat menutup hutangnya pada rentenir tersebut yang saat itu berjumlah Rp 2.800.000,-.

Kompol Slamet Santoso menyanggupi permohonan bantuan tersebut dan kemudian IW mengirimkan bukti-bukti berupa kwitansi pada Kompol Slamet Santoso.IW mengirim bukti-bukti tersebut 2 kali karena yang pertama tidak sampai ke tangan Kompol Slamet Santoso.

Setelah itu Kompol Slamet Santoso menyampaikan bukti-bukti kwitansi IW sebesar Rp 3.200.000,- kepada TransTV.

Namun sayangnya hingga hutang itu menjadi Rp 4.200.000,- ,kwitansi yang dikirimkan IW belum juga dapat diproses untuk dicairkan oleh TransTV artinya hingga kini IW belum menerima uangnya kembali.

Mbak Tun yang menjadi perantara pada bandar rentenir di Tuban terpaksa harus menggadaikan BPKB motornya untuk mengerem besarnya hutang yang dipinjam IW.Sekarang hutang itu berhenti di angka Rp 4.200.000,- namun entahlah, jika mbak Tun masih berbaik hati pada IW,semoga hutang itu tetap pada angka Rp 4.200.000,- tidak bertambah lagi.

Mbak Tun yang tadinya hanya membantu IW karena kesulitan dana, karena kwitansi yang ditagihkan IW belum juga dibayar oleh TransTV, mbak Tun yang lugu terimbas oleh kesombongan yang dilakukan oleh TransTV.

Untuk diketahui bahwa uang sebesar itu digunakan untuk pembayaran kebersihan di stasiun TransTV Surabaya dan belanja perapihan gedung dan kantor stasiun TransTV Surabaya.Semua pembelanjaan itu dilakukan oleh staff stasiun TransTV Surabaya bernama Rizky Rahmadianti.

Namun hal yang patut disayangkan bagaimana sebuah stasiun televisi yang mempunyai program-program kemanusiaan ternyata hanyalah bagian dari kamuflase.Mereka menjadikan program-program kemanusiaannya itu hanya untuk meraup keuntungan semata serta menaikkan rating TransTV dimata pemirsanya saja (baca: AC Neilsen).

Apa yang terjadi dengan IW, dengan hutang IW pada rentenir adalah sebuah sisi kemanusiaan.Kwitansi yang ditagihkan tersebut adalah hak IW, uang IW dengan nominal yang tidak banyak tetapi dalam keadaan IW sekarang, nominal tersebut sangat berarti untuk menutup hutang IW pada rentenir tersebut.

Dengan menjadi masalah keluarga, hutang IW tersebut, IW menjadi malu.Bukan karena tidak mampu membayar atau tidak mau membayar atau sengaja ngemplang uang rentenir tersebut tetapi keadaan cuacalah yang kala itu mejadikan usaha IW macet sehingga IW tidak mampu lagi mencicil hutang pada rentenir tersebut sebesar Rp 400.000,- per bulan.

Adalah sebuah kezaliman apabila TransTV tetap bertahan dengan kesombongannya, keangkuhannya menahan uang IW dengan berbagai cara dan alasan.

Pembaca blog yang budiman, masuk akalkah menahan hak orang hanya untuk sebuah kesombongan belaka?Tidakkah TransTV punya sedikit empati untuk membantu mantan karyawannya yang mengalami kesulitan?Bukankah IW telah memberikan sumbangsih dan loyalitasnya pada TransTV dengan penuh tanggung jawab serta dedikasi yang tinggi?Tidakkah TransTV sadar bahwa IW merupakan perintis berdirinya TransTV?IW merupakan 40 orang perintis berdirinya TransTV.

Selain itu IW juga telah memberikan kontribusi yang sangat tinggi dalam pekerjaannya.IW telah melakukan penghematan anggaran pengembangan stasiun transmisi yang oleh Wishnutama Direktur Utama TransTV pada Raker 2005 menyebut angka 50% penghematan atas ide brillian IW.

Bayangkan penghematan hingga angka 50%!

Punya hatikah seorang yang telah memberikan kontribusi tinggi hingga angka 50% dan kemudian seperti yang Latif Harnoko katakan “nila setitik merusak susu sebelanga”.Kontibusi IW yang 50 % pada anggaran perusahaan dikesampingkan untuk sebuah kesombongan belaka?Naudhubilla...

Sebutan ZALIM adalah pendekatan kata yang tepat untuk itu.

Pembaca blog yang budiman, bukan sebuah kesengajaatn bila akhirnya kita blak-blakan bercerita bagaimana nasib IW yang telah dizalimi dangan keji dan kejam oleh TransTV, media televisi nasional yang bonafide di Indonesia.

Bukan juga kita sengaja menjelek-jelekkan TransTV, tetapi semua ini adalah fakta yang aktual yang terjadi pada IW, mantan karyawan TransTV, perintis berdirinya stasiun televisi nasional TransTV.

Keputusasaan bukan jalan baik yang ditempuh IW sekarang.Justru IW dengan perjuangan yang gigih mencoba untuk bangkit dari kenyataan hidup pahit yang tidak terbayangkan sedikitpun dalam hidupnya.

Andai ketika tahun 2006, IW dipecat dengan pesangon yang memadai, mungkin jalan hidup IW lebih baik daripada sekarang.

Menurut Deswal Wibisono SH, attorney at law, pengacara yang disewa IW untuk kasus ini menyebutkan bahwa hak pesangon IW kala itu berjumlah Rp 90 juta an.

Namun sayangnya, TransTV hanya meberikan uang kompensasi dengan jumlah sebesar Rp 28 juta yang dibayarkan selama 4 bulan dengan nominal per bulan adalah Rp 7 juta an.

Dari proses itu terlihat bahwa kezaliman memang terjadi sejak awal kasus ini.Jadi bukan sebuah kesalahan bila kemudian IW melawan kezaliman tersebut.

Dalam Al Quran, hak adalah hak.Kezaliman atas hak adalah sebuah kejahatan dan wajib hukumnya bila melawan kejahatan tersebut.

Melawan hukum Undang-Undang Tenaga Kerja merupakan bentuk kejahatan.Dengan tidak menjalankan hukum yang termaktub didalam Undang-Undang tersebut, institusi telah melakukan penistaan pada Undang-Undang Negara yang dibuat dengan susah payah.

Bila kemudian IW berontak dengan melawan Undang-Undang Negara, itu merupakan bentuk perlawanan atas kezaliman yang diterima IW.

Negara wajib melindungi warga negaranya dengan baik.Negara wajib memberi hidup bagi warganegaranya terutama mereka yang lemah.

Negara tidak wajib melindungi mereka yang kuat.Justru negara wajib melindungi warga negara yang berada pada strata yang rendah karena mereka tidak punya kemampuan alias lemah.

Koridor perlindungan negara terhadap mereka yang lemah, korban kejahatan kriminal dan sejenisnya perlu ditegakkan dengan hukum yang kuat.Jangan dengan fulus yang kuat hukum kemudian berpihak pada yang kuat, korban justru menjadi pesakitan.

Tegakkan hukum seadil-adilnya hingga warga yang lemah dan korban dapat tertolong dengan baik.Lupakan paradigma orde baru yang melindungi mereka-mereka yang memiliki fulus hingga dapat membeli hukum dengan mudahnya.

Sekarang era demokrasi, masyarakat madani menjadi impian yang diharapkan oleh warga negara Indonesia.

Mudah-mudahan pembaca blog yang budiman tidak mengartikan dari sudut pandang yang berbeda daripada tulisan singkat ini.


Salam.