Lagi-lagi intermezzo doang. Artikel ini sebagai pengisi waktu selama IW melakukan TIRAKAT. Sambil menunggu ada apa dengan 127, akankah benar 127 jatuh dari pesawat terbang atau jatuh dari kursi kepresidenan? kita sajikan artikel-artikel lepas disini:
Januari
2007, Trans TV mencatatkan rekor di Museum Rekor Indonesia (MURI).
Perekrutan pegawai yang dilakukan stasiun televisi ini di Gelora Bung
Karno, mencapai lebih dari 100.000 pelamar. Namun ironis, di akhir tahun
yang sama, banyak karyawan Trans TV mengundurkan diri. Yang
mengundurkan diri tak tanggung-tanggung, presenter-presenter handal
Trans TV, sebut saja Mohammad Rizky Hidayatullah dan Tina Talissa. Dua
presenter ini hijrah ke tvOne. Lalu ada pula Afaf Bawazier, Budi Irawan,
Hanum Rais, dan beberapa lagi.
Gelombang eksodus pada 2007 belum berakhir. Sebelum menutup tahun,
tepatnya pada Desember 2007, sejumlah karyawan resign. Jumlahnya tidak
tanggung-tanggung, yakni kurang lebih 60-an orang. Kali ini tak cuma
Presenter, tetapi Reporter, campers (istilah untuk Juru Kamera), dan karyawan produksi Trans TV.
Jika
sebelumnya Rizky, Tina Talisa dan beberapa Presenter, kali ini yang
resign adalah Ratna Dumila. Presenter cantik lulusan Fakultas Hukum
UNAIR yang konon menjadi ‘anak emas’ bos Trans TV Chairul Tanjung dan
dijadikan ikon Trans TV, meninggalkan markas jalan Kapten Tendean,
Jakarta Selatan. Di belakang Ratna, ada pula Prabu Revolusi. Jika Ratna
hijrah ke tvOne, Prabu memilih hijrah ke Metro TV.
Presenter
Githa Nafeeza, Reza Prahadian (wartawan kepresidenan Trans TV), Divi
Lukmansyah (Koordinator seluruh presenter Trans TV), Iwan Sudirwan
(Kepala Divisi – boss besar seluruh program berita Trans TV), juga
hengkang. Gelombang eksodus ini berlanjut sampai Maret 2008. Meski
jumlah yang keluar tidak sebanyak pada 2007, tetapi total yang
mengundurkan diri sejak 2007- Maret 2008 mencapai hampir 100 orang.
Eksodus tersebut di atas terjadi di masa Wishnutama. Siapa itu
Wishnutama atau yang akrab disapa Tama? Bagi praktisi televisi di tanah
air, nama ini bukan orang sembarangan. Selain nama besar Alex Kumara,
Ishadi S.K., Tama adalah ‘otak’ keberhasilan Trans TV maupun Trans 7.
Setelah TV7 dibeli oleh Trans Corp dari PT. Gramedia dan berganti nama
menjadi Trans 7, Tama lah yang menjadikan Trans 7 mengalahkan Trans TV.
Bagi
Tama, posisi Direktur Utama (Dirut) bukan sekadar posisi politis atau
jabatan yang ‘tak ada kerjaan’, sebagaimana posisi tersebut di stasiun
televisi lain. Posisi Dirut bagi Tama bukan sekadar pasang nama, tetapi
kerja keras. Ia tak segan-segan memegang kendali, merubah rundown, dan
printal-printil lain di seluruh aspek produksi. Sebetulnya job desk
tersebut tak perlu lagi untuk seorang Dirut. Namun, pria ini -yang
memang berkarir di dunia televisi mulai dari Produser di Indosiar-
seperti tidak puas jika tidak terlibat dalam produksi, apalagi jika
produksi tersebut tidak kreatif.
Semua
praktisi televisi di Indonesia boleh dibilang acungkan jempol pada
Tama. Ia bagai sosok pendekar televisi yang belum ada tandingnya. Alex
Kumara boleh jago di teknik, tetapi untuk kreativitas Tama tentu
juaranya. Begitu pula Ishadi S.K. Barangkali di zamannya, TVRI belum ada
pesaing, sehingga ia mendapatkan citra positif sebagai ‘Bapak Televisi
Indonesia’. Namun, faktanya, sejak dikendalikan Tama, Trans menjadi
hebat, dan ketika Trans 7 dikawal olehnya, Trans 7 mengalahkan Trans TV.
Namun
dunia televisi ‘gempar’ ketika mendapat kabar Tama keluar dari Trans 7
dan jajaran direksi di Trans Corp. Banyak gosip beredar tentang kenapa
ia keluar. Ada gosip ia dibajak televisi swasta lain, ada pula gosip
miring. Banyak versi kenapa Tama keluar. Selain gosip2 dilamar
oleh TV-TV lain, mendirikan perusahaan, tetapi ada pula gosip negatif yg
saya tdk mau sharing disini apalagi bulan puasa nanti setelah bulan puasa kita akan membuka tabir, kenapa Tama keluar dari TransTV. Yang pasti, per April 2012 lalu, ‘otak’ Trans Corp ini telah
meninggalkan kantornya di Trans TV dan Trans 7.
“Last Day in my office”, begitu Twit yang dikirim oleh Tama via Twitter pada 13 April 2012 lalu.
Bagaimana Trans tanpa Tama?
Tentu
berbeda. Yang pasti saat ini Trans, melalui HRD-nya sedang giat
melakukan penawaran kepada para karyawannya untuk pensiun dini dalam
rangka pengurangan karyawan. Dalam sebuah milis resmi, Satrio
Arismunandar, salah seorang mantan karyawan Trans TV, mengisahkan
tentang acara perpisahan 25 karyawan Trans TV yang resign per Juli 2012
ini. Pengunduran diri ke-25 orang ini konon akan terus berlanjut dengan
karyawan-karyawan lain, yang konon jumlahnya cukup besar.
Kisah
di dunia televisi memang menarik. ‘Tren’ pensiun dini atau Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) di stasiun televisi sedang berlangsung. Di SCTV
sendiri ada puluhan karyawan yang mendapatkan ancaman PHK dari pihak
manajemen. Awalnya, sekitar 150 karyawan tetap akan dialihkan menjadi
karyawan kontrak. Namun, dari jumlah itu, ada 45 orang yang menolak.
Mereka yang menolak ini sempat mengadukan nasib mereka ke Kesatuan Buruh Hanura (KBH) di Jakarta.
Sebelum
kisruh di SCTV, migrasi besar-besaran sempat terjadi di tvOne. Migrasi
ini berawal setelah salah satu Divisi di tvOne, yakni Production
Division dibubarkan. Produser-Produser yang berlatar belakang produksi
terpaksa bergabung dengan news. ‘Perang’ di pucuk pimpinan menyebabkan
Vice News Director Nurjaman Mochtar, yang persis di bawah News Director
Karni Ilyas, mengundurkan diri. Pengunduran diri Nurjaman yang akrab
disapa Kang Nur ini menjadi ‘kado’ terburuk tvOne di usia ke-3 saat itu.
Kang
Nur ini pindah ke Indosiar. Ia membawa ‘gerbong’ (baca: sejumlah
karyawan) dari tvOne ke televisi yang bermarkas di Daan Mogot, Jakarta
Barat ini. Salah seorang karyawan yang berada dalam ‘gerbong’ itu adalah
Presenter Tina Talisa. Sejak kepergian Tina, rating Apa Kabar Malam berangsur-angsur turun. Maklumlah, suka tak suka, Tina menjadi daya tarik penonton untuk menyaksikan program itu.